Pendahuluan
:
1.Mengingat sidang permusyawaratan Majelis Hakim tidak
dapat dicapai mufakat bulat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 ayat ( 5 )
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka saya hakim
anggota berbeda pendapat hukum dengan empat hakim lainnya akan menyampaikan
pendapat hukum sebagaimana diuraikan, dibawah ini yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dengan putusan perkara.
2.Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc : -Kesatu ; Melanggar
pasal 42 ayat ( 2 ) huruf a dan huruf b jis pasal 7 huruf b, - pasal 9 huruf a
dan pasal 37 Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Kedua; Melanggar pasal 42 ayat ( 2 ) huruf a dan b jis pasal 7 huruf
b, pasal 9 huruf h dan pasal 40 Undang-Undang Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
3.
Terdakwanya adalah : Brigjen Pol. Drs. Johny Wainal
Usman ( Mantan Dansat
Brimob Polda Irian Jaya /Papua di Jayapuara ).
Brimob Polda Irian Jaya /Papua di Jayapuara ).
4.
Fakta-fakta hukum seperti termuatdalam berita acara
persidangan.
Permasalahan
:
1. Apakah
benar terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh
bawahan Terdakwa berupa pembunuhan dan penganiayaan?
bawahan Terdakwa berupa pembunuhan dan penganiayaan?
2. Apakah
kejahatan tersebut pada poin 1 Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan ?
1.
Pengertian Kejahatan
Terhadap Kemanusiaan :
Untuk dapat menjawab
permasalahan di atas maka terlebih dahulu harus dipahami
pengertian dari kejahatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc
sebagai berikut :
pengertian dari kejahatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc
sebagai berikut :
Kejahatan terhadap kemanusiaan
adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan
kebijakan Penguasa atau Organisasi (Penjelasan pasal 9 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000) yang berupa tersebut pada huruf a sampai dengan huruf j pasal 9
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan
kebijakan Penguasa atau Organisasi (Penjelasan pasal 9 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000) yang berupa tersebut pada huruf a sampai dengan huruf j pasal 9
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
2. Unsur-unsur umum kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah :
a.
Salah satu
perbuatan
Setiap tindakan yang disebut
dalam pasal 9 merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan. Tidak ada syarat yang mengatur jika lebih dari satu tindak
pidana dilakukan misalnya pembunuhan dan perkosaan atau kombinasi dari
tindak pidana itu ( Keputusan kasus Akayesu, Case No. ICTR – 96 – 4 – T, Trial
Chamber, September 2, 1998, para.676 – 678 menyebutkan bahwa pelaku
didakwa karena melakukan pemerkosaan saja).
kemanusiaan. Tidak ada syarat yang mengatur jika lebih dari satu tindak
pidana dilakukan misalnya pembunuhan dan perkosaan atau kombinasi dari
tindak pidana itu ( Keputusan kasus Akayesu, Case No. ICTR – 96 – 4 – T, Trial
Chamber, September 2, 1998, para.676 – 678 menyebutkan bahwa pelaku
didakwa karena melakukan pemerkosaan saja).
b.
Yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan.
Tindakan harus dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang unsur-unsur
adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut :
Serangan adalah tindakan baik secara sistematis
atau meluas yang
dilakukan secara berganda yang dihasilkan atau merupakan bagian dari
kebijakan Penguasa atau Organisasi. Tindakan berganda berarti bukan
tindakan tunggal atau terisolasi.
dilakukan secara berganda yang dihasilkan atau merupakan bagian dari
kebijakan Penguasa atau Organisasi. Tindakan berganda berarti bukan
tindakan tunggal atau terisolasi.
Serangan baik secara meluas atau sistematis
tidaklah semata-mata serangan militer seperti yang diatur dalam Hukum Humaniter
Internasional (pasal 49 para.1 Protokol Tambahan I Tahun 1977)
Syarat terpenuhi jika penduduk sipil adalah
objek utama dari serangan.
c. Meluas
atau sistematis yang ditujukan secara Iangsung terhadap penduduk
sipil
sipil
3. Syarat meluas atau sistematis :
Syarat meluasatau sistematis adalah
syarat yang fundamental untuk membedakan kejahatan ini dengan kejahatan umum
lain yang bukan merupakan kejahatan internasional. Kata meluas menunjuk pada
jumlah korban, massive (berulang – ulang), tindakan dengan skala yang besar
dilaksanakan secara kolektif dan berakibat yang serius (Case No. ICTR – 96 – 4 –
T, September 2, 1998, para 580). Istilah sistematis mencerminkan suatu pola
atau metode tertentu yang diorganisir secara menyeluruh dan menggunakan pola
yang tetap.
Kata – kata meluas atau
sistematis tidak mensyaratkan bahwa setiap kejahatan yang
dilakukan harus selalu meluas atau sistematis. Dengan kata lain jika terjadi
pembunuhan, perkosaan dan penganiayaan, maka setiap kejahatan itu tidak perlu
harus meluas atau sistematis, kesatuan tindakan – tindakan di atas sudah memenuhi
unsur meluas atau sistematis.
dilakukan harus selalu meluas atau sistematis. Dengan kata lain jika terjadi
pembunuhan, perkosaan dan penganiayaan, maka setiap kejahatan itu tidak perlu
harus meluas atau sistematis, kesatuan tindakan – tindakan di atas sudah memenuhi
unsur meluas atau sistematis.
Unsur meluas (widespread) atau sistematis (systematic) tidak harus dibuktikan keduanya,
kejahatan yang dilakukan dapat saja merupakan bagian dari serangan yang meluas
semata atau sistematis saja, dan tidak harus dibuktikan keduanya.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM maupun Statuta Roma 1998 tidak memberikan definisi
mengenai arti meluas atau sistematis. Oleh karena itu, pengertian sistematis
atau meluas tersebut perlu menggunakan yurisprudensi, antara lain dalam ICTY
dan ICTR dan doktrin.
Berdasarkan yurisprudensi
internasional, sebagaimana tampak dalam putusan
ICTR, dalam perkara Akayesu, yang mengartikan kata “meluas” sebagai
“tindakan massive, berulang-ulang, dan berskala besar, yang dilakukan secara
kolektif dengan dampak serius dan diarahkan terhadap sejumlah besar korban (multiplicity of victim)”. Sedangkan sistematis diartikan sebagai : diorganisasikan secara mendalam dan mengikuti pola tertentu yang terus menerus berdasarkan kebijakan yang melibatkan sumberdaya publik atau privat yang substansial, meskipun kebijakan tersebut bukan merupakan kebijakan Negara secara formal. Rencana tidak harus dinyatakan secara tegas atau terang-terangan.
ICTR, dalam perkara Akayesu, yang mengartikan kata “meluas” sebagai
“tindakan massive, berulang-ulang, dan berskala besar, yang dilakukan secara
kolektif dengan dampak serius dan diarahkan terhadap sejumlah besar korban (multiplicity of victim)”. Sedangkan sistematis diartikan sebagai : diorganisasikan secara mendalam dan mengikuti pola tertentu yang terus menerus berdasarkan kebijakan yang melibatkan sumberdaya publik atau privat yang substansial, meskipun kebijakan tersebut bukan merupakan kebijakan Negara secara formal. Rencana tidak harus dinyatakan secara tegas atau terang-terangan.
Indikator untuk menentukan
terpenuhinya unsur “sistematis” dapat dilihat dari perencanaan operasional
dengan membedakan :
Mencapai
tujuan legal dengan cara – cara legal
Mencapai
tujuan legal tapi dengan menggunakan cara – cara ilegal
Mencapai
tujuan ilegal
Unsur-unsur
setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap
kemanusiaan
kemanusiaan
a.
Pembunuhan.
Dalam kasus Akayesu
Pengadilan menyatakan bahwa pembunuhan sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan adalah : (1) korban mati; (2) kematiannya sebagai akibat tindakan melawan hukum atau kelalaian (ommission) dari pelaku atau bawahannya; (3) ketika pembunuhan terjadi, pelaku atau bawahannya memiliki niat untuk membunuh atau menyakiti korban dimana pelaku tersebut mengetahui bahwa
tindakan menyakiti korban seperti itu dapat menyebabkan kematian.
kejahatan terhadap kemanusiaan adalah : (1) korban mati; (2) kematiannya sebagai akibat tindakan melawan hukum atau kelalaian (ommission) dari pelaku atau bawahannya; (3) ketika pembunuhan terjadi, pelaku atau bawahannya memiliki niat untuk membunuh atau menyakiti korban dimana pelaku tersebut mengetahui bahwa
tindakan menyakiti korban seperti itu dapat menyebabkan kematian.
Penganiayaan (persecution) Perlu
dijelaskan mengenai istilah penganiayaan yang diatur dalam Undang – Undang
Nomor 26 Tahun 2000 adalah penganiayaan dalam arti persecution sebagaimana
dimaksud dalam Statuta Roma 1998. Bukan dalam konteks penganiayaan yang diatur
dalam KUH Pidana pasal 351. Unsur-unsur
penganiayaanlpersecution adalah sebagai berikut :
penganiayaanlpersecution adalah sebagai berikut :
(1) pelaku
dengan kejam ( severely) mencabut hak-hak fundamental satu orang atau lebih
yang bertentangan dengan ketentuan Hukum Internasional;
(2) pelaku
menjadikan seorang atau beberapa orang sebagai target dengan alasan identitas
suatu kelompok atau kolektif atau menargetkan tindakannya pada suatu kelompok
atau kolektif;
(3) penargetan
semacam itu didasarkan pada politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
gender sebagaimana diatur dalam Statuta Roma 1998 atau dasar-dasar lain yang
diakui secara universal sebagai tindakan yang dilarang oleh Hukum Internasional;
(4) tindakan
itu dilakukannya dalam kaitannya dengan berbagai perbuatan yang dimaksud dalam
pasal 7 ayat ( 1 ) Statuta Roma 1998.
Analisa
Hukum
Setelah memahami pengertian umum dan khusus
kejahatan terhadap kemanusiaan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc,
fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan ( sesuai berita acara
persidangan ) tibalah saya menjawab pertanyaan : Apakah peristiwa yang terjadi
pada hari Kamis tanggal 7 Desember tahun 2000, kira-kita pukul 02.00 WIT atau
setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Desember tahun 2000 bertempat di
Markas Komando Brimob Polda Irian Jaya/Papua di Kotaraja, Markas Kepolisian
Sektor Abepura adalah kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam
pasal 9 huruf a dan huruf h Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM dan apakah Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan? Untuk dapat
menjawab pertanyaan di atas maka yang pertama-tama diperiksa adalah apakah
terdapat kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh bawahan Terdakwa
yang berupa pembunuhan dan penganiayaan (persecution)
sebagaimana tersebut dalam dakwaan kesatu dan kedua. Seperti telah diuraikan
pada angka omawi I mengenai pengertian kejahatan yang didakwakan maka apakah
perbuatan tersebut dibawah ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap
kemanusiaan?
1. Adanya
pasukan yang digerakkan dari Markas Komando Brimob Irian Jaya/Papua
di Kotaraja ke Markas Kepolisian Sektor Abepura pada tanggal 7 Desember 2000
dinihari dalam rangka melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap orangorang
yang diduga melakukan penyerangan terhadap Markas Kepolisian Sektor
Abepura;
di Kotaraja ke Markas Kepolisian Sektor Abepura pada tanggal 7 Desember 2000
dinihari dalam rangka melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap orangorang
yang diduga melakukan penyerangan terhadap Markas Kepolisian Sektor
Abepura;
2. Pasukan
digerakkan dalam dua periode, periode pertama diperintahkan oleh
petugas piket yang kemudian dilaporkan kepada Terdakwa dan periode kedua
diperintahkan langsung oleh Terdakwa setelah dilakukan APP;
petugas piket yang kemudian dilaporkan kepada Terdakwa dan periode kedua
diperintahkan langsung oleh Terdakwa setelah dilakukan APP;
3. Pasukan
yang melakukan pengejaran dan penangkapan tersebut dilengkapi
dengan senjata jenis SS1 dengan amunisi peluru hampa, peluru karet dan peluru
tajam;
dengan senjata jenis SS1 dengan amunisi peluru hampa, peluru karet dan peluru
tajam;
4. Lokasi
pengejaran dan penangkapan meliputi asrama Ninmin asrama IMI asrama
Yawa, pemukiman di jalan baru Kotaraja, pemukiman Abepantai dan pemukiman
Skyline yang penghuninya ditengarai dari suku Wamena;
Yawa, pemukiman di jalan baru Kotaraja, pemukiman Abepantai dan pemukiman
Skyline yang penghuninya ditengarai dari suku Wamena;
5. Penangkapan
dan penahanan yang dilakukan oleh pasukan bawahan Terdakwa
tidak ditemukan adanya surat penangkapan dan penahanan;
tidak ditemukan adanya surat penangkapan dan penahanan;
6. Dalam
pengejaran dan penangkapan tersebut ditemukan korban meninggal satu
orang ( Elkius Suhuniap ) berdasar Visum et Repertum nomor 353/174 tertangal
13 Desember 2000 dan puluhan orang mengalami luka-Iuka pada bagian kepalaJ
muka, tangan, kaki dan badan berdasarkan kesaksian dQkter Markus L. SiganaJ
dokter Evi T oriki dan dokter Widi Budianto;
orang ( Elkius Suhuniap ) berdasar Visum et Repertum nomor 353/174 tertangal
13 Desember 2000 dan puluhan orang mengalami luka-Iuka pada bagian kepalaJ
muka, tangan, kaki dan badan berdasarkan kesaksian dQkter Markus L. SiganaJ
dokter Evi T oriki dan dokter Widi Budianto;
7. Pasukan
tersebut adalah bawahan Terdakwa secara de jure berdasarkan SK
Kapolri Nomor Polisi : Skep/1434/XI/2000 tanggal 8 November 2000 dan secara
de facto Terdakwa berada di tempat kejadian (Markas Kepolisian Sektor Abepura) saat pasukan bawahan Terdakwa melakukan pengejaran dan penangkapan;
Kapolri Nomor Polisi : Skep/1434/XI/2000 tanggal 8 November 2000 dan secara
de facto Terdakwa berada di tempat kejadian (Markas Kepolisian Sektor Abepura) saat pasukan bawahan Terdakwa melakukan pengejaran dan penangkapan;
8. Tidak
ditemukan adanya pelaporan pasukan bawahan Terdakwa kepada Terdakwa
tentang pelaksanaan tugas dalam rangka penangkapan dan pengejaran, jumlah
orang yang ditangkap, keadaan orang yang ditangkap dan berapa senjata yang
digunakan? jumlah amunisi khususnya peluru tajam yang digunakan dan berapa
jumlah amunisi peluru tajam setelah pelaksanaan penangkapan dan pengejaran;
tentang pelaksanaan tugas dalam rangka penangkapan dan pengejaran, jumlah
orang yang ditangkap, keadaan orang yang ditangkap dan berapa senjata yang
digunakan? jumlah amunisi khususnya peluru tajam yang digunakan dan berapa
jumlah amunisi peluru tajam setelah pelaksanaan penangkapan dan pengejaran;
9. Tidak
ditemukan adanya upaya oleh Terdakwa untuk melakukan pencegahan
pada saat terjadi pengejaran dan penangkapan yang mengakibatkan kematian dan
luka-Iuka para korban dan tidak ditemukan upaya-upaya yang dilakukan oleh
Terdakwa setelah kejadian untuk melakukan penindakan terhadap para pelaku
untuk diserahkan kepada yang berwenang untuk dilakukan peyelidikan,
penyidikan dan penuntutan;
pada saat terjadi pengejaran dan penangkapan yang mengakibatkan kematian dan
luka-Iuka para korban dan tidak ditemukan upaya-upaya yang dilakukan oleh
Terdakwa setelah kejadian untuk melakukan penindakan terhadap para pelaku
untuk diserahkan kepada yang berwenang untuk dilakukan peyelidikan,
penyidikan dan penuntutan;
Perbuatan nomor 1 sampai dengan nomor 6 dapat
dikualifikasikan sebagai kejahatan
terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan bawahan Terdakwa yaitu adanya
penyerangan sebuah pasukan dengan cara kekerasan terhadap penduduk sipil secara
meluas dengan bukti kombinasi korban terbunuh dan puluhan luka-Iuka di lokasi
yang tersebar di asrama Ninmin, asrama IMI, asrama Yawa, pemukiman di jalan baru Kotaraja, pemukiman Abepantai dan \ pemukiman Skyline yang merupakan satu kesatuan tindakan. Walaupun pasukan bawahan Terdakwa melakukan kegiatan pengejaran dan penangkapan atas perintah atasan sekaligus tugas kepolisian namun demikian tugas yang positif seperti ini sama sekali dilarang melanggar ketentuan – ketentuan perlindungan hak asasi manusia baik secara nasional maupun secara internasional.
terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan bawahan Terdakwa yaitu adanya
penyerangan sebuah pasukan dengan cara kekerasan terhadap penduduk sipil secara
meluas dengan bukti kombinasi korban terbunuh dan puluhan luka-Iuka di lokasi
yang tersebar di asrama Ninmin, asrama IMI, asrama Yawa, pemukiman di jalan baru Kotaraja, pemukiman Abepantai dan \ pemukiman Skyline yang merupakan satu kesatuan tindakan. Walaupun pasukan bawahan Terdakwa melakukan kegiatan pengejaran dan penangkapan atas perintah atasan sekaligus tugas kepolisian namun demikian tugas yang positif seperti ini sama sekali dilarang melanggar ketentuan – ketentuan perlindungan hak asasi manusia baik secara nasional maupun secara internasional.
Perbuatan nomor 2, 5, 6 sampai dengan nomor 9
dapat dikualifikasikan sebagai pertanggungjawaban pidana secara individual
Terdakwa sebagai atasan polisi yang harus bertanggungjawab terhadap pasukan
bawahannya yang telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa
pembunuhan dan penganiayaan (persecution). Terdakwa sebagai atasan gagal
melakukan pengendalian secara efektif yang merupakan kewenangannya terhadap pasukan
bawahannya, hal ini dibuktikan tidak adanya pelaporan pasukan bawahan, tidak adanya
upaya pencegahan dan tidak adanya upaya penindakan setelah kejadian terhadap
pelaku kejahatan.
Harus diakui bahwa dalam peristiwa pengejaran dan
penangkapan tersebut timbul suatu akibat berupa :
1. Korban
meninggal dan puluhan orang luka-Iuka;
2. Timbul
kerugian bagi korban dan Keluarganya.
Sehubungan dengan masalah ini saya berpendapat
bahwa telah diputuskan dalam
putusan sela yang memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan tuntutan sesuai dengan aturan yang berlaku.
putusan sela yang memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan tuntutan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa Terdakwa Brigjen Pol. Drs. Johny Wainal Usman telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap
kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan (pesecution) sebagaimana
didakwakan pada :
- Dakwaan Kesatu pasal 42 ayat ( 2 ) huruf a dan
huruf b jis pasal 7 huruf b dan pasal 9 huruf a; dan
- Dakwaan Kedua pasal 42 ayat ( 2 ) huruf a dan
huruf b jis pasal 7 huruf b, pasal 9
huruf h Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
huruf h Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
Makassar, 8 September 2005
Hakim Tersebut,
HM Kabul Supriyadhie
nice info lengkap sekali makasih
BalasHapuskomatsu alat berat