1.
Pengertian
dan Teori.
Secara terminologi bahasa, pengertian partisipasi[1] adalah hal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan. Sementara padanan kata paratisipasi dalam bahasa
inggris yaitu participation[2]
yang artinya pengambilan bagian, pengikutsertaan. Selain kata partisipasi,
sering pula kita jumpai kata peran.[3] Istilah peran atau
berperan banyak pula dipakai oleh pengamat hukum lingkungan dalam karya
tulisnya. Bahkan di dalam UUPLH, penggunaan kata berperan dapat dijumpai di
dalamnya. Namun dalam penulisan ini, penulis lebih menitik – beratkan
penggunaan kata partisipasi karena istilah kata tersebut secara jelas telah menggambarkan
perihal turut berperan sertanya masyarakat, meskipun ada kalanya juga penulis
menggunakan kata peran. Hal itu dilakukan agar tidak lari makna tulisan yang
penulis kutip dari nara sumber.
Dalam perspektif UUPPLH, partisipasi masyarakat dalam
proses pembuatan AMDAL menggunakan istilah “melibatkan.” Padanan kata ini asal
kata dari libat : melibat ; melipat ; membebat ; membelit ; menyangkut ;
memasukan atau membawa – bawa ke dalam perkara atau urusan dan sebagainya.[4] Sedangkan istilah
“mengikutsertakan” yang termaktub di dalam PP Izin Lingkungan, menurut tata bahasa Indonesia merupakan asal
kata dari ikut, serta, ikut serta, mengikutsertakan. Padanan kata
Mengikutsertakan artinya menjadikan agar turut berbuat sesuatu secara bersama.[5]
Sementara itu, pengertian masyarakat[6] adalah pergaulan hidup
manusia, sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan
– ikatan aturan yang tertentu, orang banyak. Masyarakat menurut kamus hukum[7] yaitu setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat
mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas.
Sunanto[8] menggambarkan bahwa
partisipasi masyarakat adalah suatu usaha untuk menumbuhkan semangat dan rasa
memiliki terhadap berbagai kegiatan pembangunan masyarakat berdasar atas
keterlibatannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.
Pengertian lainnya yaitu partisipasi masyarakat sebagai bentuk penyerahan
sebagian peran dalam kegiatan dan tanggung jawab tertentu dari suatu pihak ke
pihak lain.
Keith Davis dalam Sunanto menyebutkan bahwa dalam peran
serta masyarakat terdapat adanya keterlibatan mental dan emosional yang mendorong
untuk memberikan sumbangan pada kelompok dalam upaya mencapai tujuan dan
bertanggung jawab terhadap usaha yang dilakukan. Selanjutnya Sastropoetro dalam
Sunanto mengatakan bahwa keterlibatan diri / ego masyarakat yang terlibat dalam
peran serta memiliki sifatnya lebih dari sekedar keterlibatan dalam pekerjaan
atau tugas saja, namun juga keterlibatan tersebut meliputi pikiran dan
perasaannya.[9]
Coyers dalam Sumarmi[10] mengemukakan ada dua
faktor yang menentukan apakah masyarakat benar – benar ingin terlibat dalam
suatu perencanaan atau tidak yaitu (1) ada tidaknya pengaruh hasil keterlibatan
mereka terhadap rencana akhir, (2) ada tidaknya pengaruh langsung yang mereka
rasakan. Sementara itu, Mubyarto dalam Sumarmi,[11] menyatakan bahwa
masyarakat baru akan bergerak untuk berpartisipasi, pertama, melalui organisasi yang sudah terkenal. Kedua,
memberikan manfaat langsung. Ketiga,
terjamin adanya kontrol oleh masyarakat, dan keempat, masyarakat terlibat dalam pembangunan.
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat.
Menurut Absori,[12] membicarakan
partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk, akan terkait dengan tradisi
masyarakat (budaya) setempat, pemahaman norma/aturan dan kondisi sosio – politik.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup, partisipasi masyarakat dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, diantaranya :
a.
Tingkat pengambilan keputusan.
Peran
masyarakat dalam pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya dalam pembuatan
AMDAL merupakan bentuk pendemokrasiaan pengambilan keputusan, di dalamnya
terdapat akses atau partisipasi masyarakat.
b.
Pelaksanaan program – program.
Pelaksanaan program merupakan realisasi dari bentuk kepedulian masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
c.
Pembelaan atau advokasi lingkungan hidup, baik
yang dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan.
Dalam pembelaan atau advokasi dalam hal terjadi pencemaran atau perusakan
lingkungan merupakan konsekwensi yang harus dilakukan, sebagai upaya untuk
menuntut hak – hak masyarakat telah dilanggar atau dirusak.
3.
Partisipasi dari Sudut Pengelompokan.
Partisipasi
masyarakat dilihat dari pengelompokannya, yaitu :[13]
a.
Adat-istiadat, tradisi (customs),
kebiasaan (usage), kelaziman (commons), dengan memeprhatikan
asal-usul lembaga (desa, dusun, negeri, marga dan lain sebagainya), bentuk –
bentuk asli unit sosial, keterkaitan lokal (unsur teritorial) menurut cultur-area,
dengan mengidentifikasikan peranan unsur-unsur budaya yang kuat (train
of culture).
b.
Hak – hak atas kekayaan alam tradisional
(tanah, hasil hutan, hewan, obat-obatan) dan ketergantungannya pada sumber daya
alam tradisional (subsistence use).
c.
Keakraban sosial, identitas bersama atau
komunitas (pemuda dan wanita).
d.
Pengakuan dalam perundang-undangan (hukum
agraria, pertambangan, tata guna air, hutan dan sebagainya).
e.
Kebiasaan dan kepatuhan internasional.
4.
Partisipasi Dari Segi Kualitas.
a.
Partisipasi sebagai kebijaksanaan.
Partisipasi ini dilakukan bertolak dari
pemikiran bahwa publik yang terkena dampak memiliki hak untuk diminta masukan
dan pendapatnya. Imformasi yang berupa pendapat, aspirasi dan consern dari publik akan dijadikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
b.
Partisipasi
sebagai strategi.
Partisipasi dalam kontek ini diperlukan
sebagai alat untuk memperoleh dukungan dari masyarakat (public). Jika pendapat, masukan, aspirasi dan concern dari publik telah diperoleh, maka para
proponen partisipasi akan menganggap bahwa kredibilitas keputusan akan sahih.
c.
Partisipasi
sebagai komunikasi.
Partisipasi ini dilakukan berdasarkan
anggapan bahwa pemerintah (project
proponent)
memiliki tanggung jawab untuk menampung pendapat, aspirasi, pandangan dan concern masyarakat.
d.
Partisipasi sebagai media pemecahan publik.
Dalam konteks ini partisipasi dianggap
sebagai cara untuk mengurangi ketegangan dan memecahkan masalah yang menimbulkan
konflik. Dengan kata lain partisipasi ditujukan untuk memperoleh konsensus.
e.
Partisipasi
sebagai terapi sosial.
Peran serta ini dilakukan untuk
menyembuhkan penyakit sosial yang terjadi di masyarakat, seperti rasa
keterasingan (alineation) powerlessness, rasa kurang percaya diri (minder) dan lain sebagainya.
5. Partisipasi
Masyarakat Dalam PPLH.
Secara umum partisipasi masyarakat di dalam hukum lingkungan di Indonesia
diatur di dalam BAB IX tentang Peran Masyarakat Pasal 70 UUPPLH. Pada Pasal 70
Ayat (1) menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas – luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pada Ayat (2), bentuk peran, berupa :
a.
Pengawasan sosial.
b.
Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan,
dan atau
c.
Penyampaian informasi dan / atau laporan.
6. Tujuan
Partisipasi Masyarakat
Secara umum,
kebijakan pemerintah dalam pembangunan negara adalah mengikutsertakan
masyarakat semaksimal mungkin atau sering disebutkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan negara.[15] Adapun tujuan dasar partisipasi
masyarakat menurut E. Gunawan Suratno[16] adalah mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, mengikutsertakan masyarakat
dalam pembangunan negara dan membantu pemerintah untuk dapat mengambil kebijaksanaan
dan keputusan yang lebih baik dan cepat.
Kemudian di
dalam hukum lingkungan, tujuan adanya partisipasi masyarakat dalam perlindungan
dan pengelolaan lingungan hidup (PPLH) sebagaimana yang termaktub di dalam
Pasal 70 Ayat (3), dilakukan untuk :
a.
Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b.
Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
b.
Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c.
Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial; dan
d.
mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
7. Manfaat
Adanya Partisipasi Masyarakat.
a.
Memberi
informasi kepada Pemerintah.
Adanya keterlibatan masyarakat dapat
menambah perbendaharaan pengetahuan mengenai sesuatu aspek tertentu yang
diperoleh dari pengetahuan khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli
yang diminati pendapat oleh masyarakat. Peran ini sangat diperlukan untuk
memberi masukan kepada pemerintah tentang yang dapat ditimbulkan oleh sesuatu
rencana tindakan pemerintah dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Dengan
demikian pemerintah akan dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang
dapat terkena dampak dari tindakan tersebut yang patut diperhatikan secara
serius. Pengetahuan tambahan dan pemahaman akan masalah – masalah yang mungkin
timbul, yang diperoleh sebagai masukan peran serta masyarakat bagi proses
pengambilan keputusan Pemerintah, akan dapat meningkatkan kualitas keputusan
tersebut dan dengan demikian partisipasi tersebut akan dapat meningkatkan
kualitas tindakan negara dengan lembaga-lembaganya untuk melindungi lingkungan
hidup.
b.
Meningkatkan
kesedian masyarakat untuk menerima keputusan.
Warga masyarakat yang telah memperoleh
kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak
dihadapkan pada suatu masalah fait
accompli,
akan cenderung untuk memperlihatkan kemauan dan kesediaan yang lebih besar guna
menerima dan menyesuaikan diri dengan keputusan yang telah diambil tersebut.
Pada pihak lain, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan
dapat banyak mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan antar anggota
masyarakat, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat. Akan
tetapi perlu dipahami bahwa suatu keputusan tidak pernah akan memuaskan semua
kepentingan, golongan atau semua warga masyarakat, namun kesediaan masyarakat
untuk menerima keputusan Pemerintah akan dapat ditingkatkan.
c.
Membantu
perlindungan hukum.
Jika
sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan – keberatan yang
diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung, maka
dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara ke
pengadilan. Sebuah perkara yang diajukan ke pengadilan, lazimnya perkara
tersebut memusatkan diri pada suatu kegiatan tertentu. Dengan demikian tidak
dibuka kesempatan untuk menyarankan dan mempertimbangkan alternatif kegiatan
lainnya. Sebaliknya dalam proses pengambilan keputusan, alternatif dapat dan
memang dibicarakan, setidak – tidaknya sampai suatu tingkatan tertentu. Apabila
sebuah keputusan dapat mempunyai konsekuensi begitu jauh, maka sangatlah
diharapkan bahwa setiap orang yang terkena akibat keputusan itu perlu
diberitahukan dan diberi kesempatan untuk mengajukan keluhan dan keberatan –
keberatannya sebelum keputusan itu diambil.
d. Mendemokrasikan pengambilan keputusan.
Dalam
hubungannya dengan partisipasi masyarakat ini, ada pendapat yang menyatakan
bahwa dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan (representative), maka hak untuk melaksanakan kekuasaan
terdapat juga pada wakil – wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat. Dengan
demikian tidak ada keharusan adanya bentuk – bentuk dari peran serta masyarakat
karena wakil – wakil rakyat itu bertindak untuk kepentingan rakyat yang telah
mewakilkan. Dikemukakan pula argumentasi, bahwa dalam sistem perwakilan peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan administratif akan
menimbulkan masalah keabsahan demokratis, karena warga masyarakat, kelompok
atau organisasi yang turut serta dalam proses pengambilan keputusan tidaklah
dipilih atau diangkat secra demokratis.
Agar berdayaguna dan berhasilguna dalam
lingkungan hidup, Menurut Koesnadi Hardjasoemantri,[18] ada 6 kirteria yang harus dipenuhi,
diantaranya :
a.
Pemimpin
eksekutif yang terbuka.
Dalam
konteks ini hal yang perlu diperhatikan adalah kebeperanan masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang kemudian diambil dapat
diterima oleh masyarakat dan akan dilaksanakan oleh masyarakat, karena di
dalamnya terdapat refleksi dan keinginan masyarakat. Guna mengakomodasikan
masukan dalam proses pengambilan keputusan, diperlukan sikap terbuka dari
pimpinan eksekutif, sikap bersedia menerima masukan. Sikap tersebut tidaklah
terbatas pada penerimaan secara pasif, akan tetapi meliputi pula secara aktif
mencari masukan tersebut dan berarti mengubungi masyarakat dengan pendekatan
pribadi (personal
approach)
yang baik.
b.
Peraturan
yang akomodatif.
Disamping
perlu adanya peraturan mengenai peran serta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UUPPLH, maka dalam berbagai
peraturan lainnya juga perlu dicantumkan ketentuan mengenai partisipasi
masyarakat ini, sehingga para pelaksana akan mendapat pedoman bagaimana
melibatkan masyarakat dalam kegiatan yang diatur oleh peraturan yang
bersangkutan.
c. Masyarakat yang sadar lingkungan.
Kata
kunci keberhasilan pelaksanaan program pembangunan di bidang lingkungan hidup
ada di tangan pelakunya. Dalam hal ini pelaksana dan masyarakat karena itu
sangatlah penting untuk menumbuhkan pengertian, motivasi dan penghayatan di
kalangan masyarakat untuk berperan serta dalam mengembangkan lingkungan hidup.
d. Lembaga swadaya masyarakat yang tanggap.
Lembaga
swadaya masyarakat dapat berperan untuk mendayagunakan dirinya dan sarana untuk
mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mencapai tujuan
pengelolaan lingkungan hidup.
e. Informasi yang tepat.
Ketepatan
imformasi berkaitan dengan tepat dalam waktu, lengkap dan dapat dipahami. Dalam
hubungannya dengan ini perlu diperhatikan aspek-aspek khusus yang ada pada
kelompok sasaran. Misalnya apabila sasarannya masyarakat pedesaan, maka sarana
yang dipakai dengan menggunakan bahasa daerah yang mudah dipahami dan apabila
menggunakan brosur maka hendaknya dibuat sesederhana mungkin dengan tulisan
yang jelas dan mudah dipahami.
f. Keterpaduan.
Segala
sesuatu tidak akan berdayaguna dan berhasilguna, apabila tidak terdapat
keterpaduan antar instansi yang berkaitan, baik yang bersifat horizontal, antar
sektor maupun yang bersifat vertikal antara pusat dan daerah.
[1]Budiono,
“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” Karya Agung, Surabaya, 2005, Hal 370.
[2]Jhon Echols
dan Hasan Shadily, “Kamus
Inggris – Indonesia,” Pt. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2000, Hal 419.
[3]Peran
artinya pemain sandiwara, tukang lawak pada permainan makyong. Peranan : suatu
yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalama terjadinya hal
atau peristiwa : balok yang menyambung tiang rumah sebelah atas tempat kasau –
kasau bertumpu. Lihat Budiono, Op. Cit, Hal 381.
[7]M. Marwan
dan Jimmy P, Op. Cit, Hal 423.
[8]Sunanto, “Peran Serta Masyarakat
Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Lahan,” Tesis, Program
Pascasarjana Program Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, Hal
6.
[10]Sumarmi, “Upaya
Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)”
Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Geografi Lingkungan Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, 6 Juli 2010, Hal 16,
[11]Ibid.
[12]Absori, “Peran Serta Masyarakat Dalam Pembuatan AMDAL,” Jurisprudence, Vol. 1 No 2, Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2004, Hal 194 – 206.
[13]M. Daud Silalahi, 1999, Peran Serta Masyarakat dalam Proses Amdal,
Makalah Seminar Bapedal, Jakarta, tanggal 3 – 4 Pebruari 1999, Hal 7.
[14] Sudharto P. Hadi, “Peran Serta
Masyarakat dan Keterbukaan Imformasi dalam Proses Amdal,” Makalah
Seminar Bapedal, Jakarta, Tanggal 3 – 4 Pebruari 1999, Hal 2.
[15]E. Gunawan
Suratmo, “Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan,” Cetakan ke 12, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, Hal 169.
[17]Koesnadi Hardjasoemantri, “ Aspek
Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup,” Gadjahmada
University Press, Yogyakarta, 1986, Hal 2 – 4.
nice info aku ijin share yah kak
BalasHapuspc300