1.
Pengertian
dan teori.
Sebelum jauh membicarakan hukum lingkungan di Indonesia,
perlu kiranya diungkapkan mengenai pengertian hukum lingkungan. Istilah hukum
lingkungan dalam merupakan terjemahan dari beberapa istilah, yaitu Environmental Law dalam bahasa inggris. Millieerecht (Belanda), “Lenvironnement” (Prancis), “Umweltrecht” (Jerman), “Hukum Alam
Seputar” (Malaysia), “Batas nan Kapaligiran” (Tagalog), “Sin – ved – lom Kwahm” (Thailand) dan “Qomum al – Biah” (Arab).[1]
Kata hukum lingkungan hidup secara terminologi dapat
dipisahkan menjadi hukum dan lingkungan yang masing – masing memiliki
pengertian yang berbeda. Pengertian hukum dalam kamus hukum[2] adalah keseluruhan
kumpulan peraturan di mana tiap – tiap orang wajib mematuhinya : suatu sistem
yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyakarat atau bangsa ; undang –
undang, ordonansi atau peraturan yang ditetapkan pemerintah dan ditanda tangani
ke dalam undang – undang, law (ing), recht (bld).
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia[3] dikenal istilah lingkung
yang artinya sekeliling, sekitar, selingkung, seluruh suatu lingkaran, daerah
dan sebagainya. Sementara dalam kamus hukum, istilah yang dikenal adalah
lingkungan hidup yang artinya adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya. Istilah ini dikenal dalam hukum lingkungan.
Menurut Gatot. P. Soemartono,[4] hukum adalah keseluruhan
peraturan mengenai tingkah laku manusia yang isinya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pelaksanaan
peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi leh pihak yang
berwenang. Maka dari pengertian tersebut, hukum lingkungan adalah keseluruhan
peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya
dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat
dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.
Hukum lingkungan menurut ST. Munadjat Danusaputro[5] adalah hukum yang
mendasari penyelenggaraan perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan
ketahanan lingkungan. Beliau membagi hukum lingkungan menjadi 2 (dua) yakni :
1.
Hukum Lingkungan Klasik
Hukum
lingkungan klasik menetapkan ketentuan dan norma – norma guna menjamin
penggunaan dan eksploitasi sumber – sumber daya lingkungan dengan berbagai akal
dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin dan dalam jangka
waktu singkat.
2.
Hukum Lingkungan Modern
Hukum
lingkungan menetapkan ketentuan dan norma – norma guna mengatur perbuatan
manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan
kemerosotan mutunya demi menjamin kelestariannya agar dapat berlangsung secara
terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi – generasi
mendatang.
Koesnadi Hardjasoemantri[6] senada dengan pendapat di
atas, dia juga membagi hukum lingkungan menjadi 2 (dua) yakni hukum lingkungan
klasik dan hukum lingkungan modern. Menurut dia, hukum lingkungan modern
berorientasi pada lingkungan atau environment
– oriented law dan hukum lingkungan
klasik berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau use – oriented law. Hukum lingkungan modern yang berorientasi pada
lingkungan memiliki sifat utuh – menyeluruh atau komprehensif – integral,
selalu dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Sebaliknya hukum
lingkungan klasik bersifat sektoral, serba kaku dan sukar berubah.
Mochtar Kusumaatmaja[7] mengemukakan bahwa sistem
pendekatan terpadu atau utuh menyeluruh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu
mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik. Sistem pendekatan ini
telah melandasi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia.
Bidang hukum satu ini merupakan suatu sistem atau norma
masyarakat yang mengatur interaksinya dengan lingkungan. Hukum lingkungan dalam
hukum positif di Indonesia adalah salah suatu cabang hukum yang mengatur segala
hal yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Disiplin ilmu ini lahir sejalan
dengan perkembangan lingkungan hidup yang mengalami banyak persoalan sehubungan
dengan pembangunan.
Keberadaan hukum lingkungan menurut N.H.T Siahaan,[8] merupakan sarana penting
untuk mengatur prilaku – prilaku manusia terhadap lingkungan dan segala
aspeknya, supaya tidak terjadi pengrusakan, gangguan dan kemerosotan nilai –
nilai lingkungan itu karena secara empiris pembangunan menjadikan alam sebagai
alat pemuas mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan. Pembangunan “memangsa”
lingkungan dan sumber – sumber alam, sehingga lingkungan dan keserasian alam
cenderung mengalami kerusakan atau kemerosotan. Disamping itu, kehadirannya
erat kaitannya dengan kecendrungan prilaku manusia dengan sesamanya yang kurang
harmonis. Dan demikian pula terhadap lingkungan hidup. Disatu pihak, ada
manusia yang saling bersengketa dengan sesamanya karena memperebutkan suatu
sumber daya, mungkin karena keterbatasan atau kesamaan kepentingannya atas
suatu obyek lingkungan tertentu, dan mungkin juga karena interaksi manusia
terhadap lingkungan tidak lagi terkendali sehingga mengakibatkan lingkungan
merosot atau rusak. Karena manusia hakikatnya adalah manusia yang mencintai
kebersamaan demi hidup dengan sesama, maka diaturlah bagaimana supaya alam
lingkungannya tetap baik dengan pertama memperbaiki hubungan antar sesama.
Hukum lingkungan menurut Takdir Rahmadi[9] sebagai suatu disiplin
ilmu hukum yang memiliki karakteristik yang khas terutama bila dikaitkan dalam
bidang hukum publik dan privat. Kekhasannya terletak pada substansinya atau
kepentingan – kepentingan tercakup di dalamnya sangat luas dan beragam sehingga
hukum lingkungan tidak dapat ditempatkan pada salah satu di antara kedua bidang
hukum tersebut.
Sementara Drupsteen dalam Koesnadi Hardjasoemantri[10] mengatakan hukum
lingkungan adalah hukum berhubungan dengan alam (natuurlijk milieu) dalam arti seluas – luasnya. Ruang
lingkupnya berkaitan erat dengan dan
ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian hukum
lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan
sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuurs – recht). Disamping hukum lingkungan pemerintahan (bestuurs -
natuurlijk milieurecht) yang dibentuk pemerintah pusat, ada juga
yang berasal dari pemerintah daerah, dan sebagian dibentuk oleh badan – badan
internasional atau perjanjian – perjanjian dengan negara – negara lain.
Demikian pula terdapat hukum lingkungan keperdataan (privaatrechtelijk milieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan (staatrechtelijk milieurecht), hukum lingkungan kepidanaan, (strafrechtelijk milieurecht)
sepanjang bidang hukum ini memuat ketentuan – ketentuan yang bertalian dengan
pengelolaan lingkungan hidup.
Aspek hukum lingkungan di Indonesia menurut Koesnadi
Hardjasoemantri ada 6 (enam), yaitu : [11]
a.
Hukum Tata Lingkungan
b.
Hukum Perlindungan Lingkungan.
c.
Hukum Kesehatan Lingkungan.
d.
Hukum Pencemaran Lingkungan (kaitannya dengan misalnya
pencemaran oleh industri dan sebagainya).
e.
Hukum Lingkungan Transnasional / Internasional (kaitannya
dengan hubungan antar negara).
f.
Hukum Sengketa Lingkungan (Kaitannya dengan misalnya
penyelesaian masalah ganti kerugian dan sebagainya).
2.
Asas,
Tujuan, Ruang Lingkup dan Instrumen PPLH.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia memiliki asas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UUPLH,
diantaranya meliputi :
a.
Tanggung jawab negara;
b.
Kelestarian dan keberlanjutan;
c.
Keserasian dan keseimbangan;
d.
Keterpaduan;
e.
Manfaat;
f.
Kehati-hatian;
g.
Keadilan;
h.
Ekoregion;
i.
Keanekaragaman hayati;
j.
Pencemar membayar;
k.
Partisipatif;
l.
Kearifan lokal;
m.
Tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n.
Otonomi daerah.
Adapun tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, menurut Pasal 3 UUPLH diantaranya :
a.
Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.
Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.
Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem;
d.
Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.
Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f.
Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
g.
Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan
hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.
Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
i.
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.
Mengantisipasi isu lingkungan global.
Adapun ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menurut Pasal 3 meliputi :
a.
Perencanaan;
b.
Pemanfaatan;
c.
Pengendalian;
d.
Pemeliharaan;
e.
Pengawasan; dan
f.
Penegakan hukum.
Adapun instrumen pencegahan pencemaran dan / atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 14 UUPPLH,
terdiri atas :
a.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
b.
Tata ruang.
c.
Baku mutu lingkungan,
d.
AMDAL.
e.
UKL – UPL.
f.
Perizinan.
g.
Instrumen ekonomi lingkungan,
h.
Peraturan perundang – undangan berbasis lingkungan.
i.
Anggaran berbasis lingkungan,
j.
Analisis resiko lingkungan hidup,
k.
Audit lingkungan hidup.
l.
Instrumen lain sesuai kebutuhan dan / atau perkembangan
ilmu pengetahuan.
Kaitannya dengan penelitian ini, dari ketentuan yang
termaktub dalam Pasal 14 UUPPLH, menegaskan secara yuridis bahwa AMDAL
merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan / atau kerusakan
lingkungan. Keberadaan AMDAL di dalam UUPPLH merupakan bagian dari upaya
pengendalian dan tanggung jawab pemerintah dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup guna terhindar dari tindakan pencemaran dan pengrusakan
lingkungan yang berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan sosial. Disamping
itu juga, AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
melakukan usaha dan / atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang
3.
Penegakan
Hukum Lingkungan.
Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya akibat
dari usaha dan / atau kegiatan yang dilakukan manusia sudah seharusnya dikembalikan
fungsinya sebagai kehidupan dan memberikan manfaat bagi kemakmuran dan
kesejahteraan serta keadilan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang
dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum, khususnya di Indonesia.
Adanya penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai kepatuhan
terhadap hukum dan merupakan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku
seara umum dan individual melalui kegiatan pengawasan maupun penerapan hukuman
/ sanksi baik secara administratif, perdata maupun pidana.[12]
Drupsteen dalam Takdir Rahmadi,[13] menyebutkan yang
disebutnya sebagai bidang hukum
fungsional (functioneel rechtsgebeid)
yaitu di dalamnya terdapat unsur – unsur hukum administrasi, hukum pidana dan
hukum perdata. Oleh sebab itu, penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai
sebagai penggunaan atau penerapan instrumen – instrumen dan sanksi – sanksi
dalam lapangan hukum administrasi, hukum pidana dan hukum pedata dengan tujuan
memaksa subjek hukum menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang –
undangan lingkungan hidup.
Ada perbedaan di dalam penggunaan instrumen dan sanksi
hukum dari ketiga hukum tersebut. Penggunaan instrumen administrasi digunakan
oleh instansi pemerintah dan juga oleh warga atau badan hukum perdata. Sarana
hukum administrasi yang dapat digunakan warga atau badan hukum perdata adalah
melalui gugatan tata usaha negara (TUN) terhadap instansi atau pejabat
pemerintah yang mengeluarkan keputusan TUN yang secara formal dan materil
bertentangan dengan peraturan perundang – undangan. Sedangkan penggunaan
instrumen dan sanksi hukum pidana hanya dapat dilakukan oleh instansi
pemerintah. Sementara penggunaan instrumen dan sanksi hukum perdata yaitu
melalui gugatan perdata yang dapat dilakukan oleh warga, badan hukum perdata
dan juga instansi pemerintah.[14]
Terkait dengan
pencegahan timbulnya masalah lingkungan, penegakan hukum lingkungan berfungsi
preventif dan korektif terhadap kegiatan – kegiatan yang tidak memenuhi
ketentuan atau pesyaratan dalam pengelolaan lingkungan hidup.[15] Maka dari itu, melalui
sistem administrasi yang baik maka lalulintas pengelolaan lingkungan hidup
dapat dikendalikan. Hukum admnistrasi lingkungan, dapat menata manajemen
lingkungan hidup ke arah yang lebih baik, dan karena itu pula kehadiran hukum
administrasi memiliki instrumen preventif bagi lingkungan hidup.[16]
Penegakan hukum lingkungan dengan menggunakan instrumen
dan sanksi pidana bersifat imperatif.
Artinya tiada pilihan peradilan lain yang menyelesaikan perkara pidana
lingkungan kecuali hanya peradilan umum yakni peradilan negeri. Pihak yang
menjadi korban bisa perorangan, badan hukum perdata atau negara. Sementara
pelaku (terdakwa) bisa perorangan maupun badan hukum perdata.[17]
Dispute
resolution (penyelesaian sengekata) dalam hukum perdata terkait
penegakan hukum lingkungan tidak saja dapat dilakukan melalui proses
pengadilan. Saat ini berkembang suatu metoda alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute ressolution / ADR)
hukum lingkungan perdata. Di dalam pengadilan, meskipun sedikit rumit, proses
pembuktian banyak dijumpai faktor – faktor non yuridis yang sifatnya teknis
yang kemudian dihubungkan dengan aspek yuridis. Sementara faktor non yuridis
masih merupakan hal yang problematik. Namun terlepas itu semua, hakim harus
pula dapat mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam menyelesaikan
sengeketa lingkungan terkait penggunaan instrumen dan penerapan sanksi hukum
perdata. Proses pengadilan sifatnya kaku sementara penggunaan aternatif
penyelesaian sengekat di luar pengadilan tidak kaku dan sifatnya bukan
menentukan kalah dan menang tetapi menang bagi para pihak (win – win solution).
Berdasarkan uraian mengenai penegakan hukum lingkungan adalah bahwa
dalam rangka mewujudkan pelestarian fungsi lingkungan perlu dilakukan upaya
penegakan hukum lingkungan. Adapun sarana penegakan hukum lingkungan dapat
melalui 3 instrumen hukum, diantaranya
hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Pendekatan sanksi
yang diberikan sesuai dengan bidang hukum yang diterapkan.
[4]R.M. Gatot.
P. Soemartono, “Hukum Lingkungan Indonesia,” Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hal
4 – 7.
[5]ST. Munadjat
Danusaputro, “Hukum Lingkungan – Buku I : Umum,” Binacipta, Bandung, 1982, Hal
35 – 36.
[6]Koesnadi
Hardjasoemantri, “Hukum Tata Lingkungan,” Edisi VIII Cetakan 19, Gajah Mada
University Press, 2006, Hal 40 – 41.
[9]Takdir Rahmadi, Op.
Cit,
[12]Siti Sundari
Rangkuti, “Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional,” Airlangga
Universitiy Press, Surabaya, 1996, Hal 190.
[13]Takdir
Rahmadi, Op. Cit, Hal 207.
Best 9 Casinos Near Santa Barbara - Mapyro
BalasHapusCasinos in 군산 출장샵 Santa Barbara · Santa Barbara Hotel and 충주 출장마사지 Casino · Albertsons Town Center Hotel & 목포 출장마사지 Casino · California Fairgrounds Hotel 안양 출장마사지 & Casino · Fair Grounds Hotel & Casino 춘천 출장샵